Sepasang Mata yang Lentik

/ Sabtu, 14 Juli 2012 /
Sepasang mata yang lentik itu seolah masih tinggal di sudut kamarku. Terkadang aku mendapatinya saat pagi masih begitu buta, saat mengaduk kopi, mencari korek api atau terkadang sepasang mata yang lentik itu mengintip di balik kepulan asap rokok yang meyembul dari mulutku. Sepasang mata itu juga ada di saat aku memutar lagu-lagu sendu, membaca buku-buku tertentu, menulis, dan saat menggaruk senar-senar gitarku.
Sepasang mata itu kudapati beberapa bulan lalu. Dari tumpukan sampah yang membusuk dan di tepian jalan yang lengang; sepasang mata yang sengaja dibuang pemiliknya. Aku suka pada sepasang mata itu bukan lantaran keindahannya. Aku seperti menemukan gambaran hidup yang senyata-nyatanya hidup saat melihat sepasang mata itu. Kesenduan, keberanian, kasih sayang, keegoisan ada disana. Sepasang mata yang cukup membuat bibirku ketam dan gagu saat mencumbunya. Tapi sepasang mata itulah yang lanjur membuatku jatuh cinta.
Aku tidak tahu mengapa bisa begitu buru-buru jatuh cinta pada sepasang mata itu. Mungkin benar katanya, aku telah mengidap sakit jiwa. Sakit jiwa yang penderitanya mudah sekali melebuhkan cinta. 
"Sepertinya kamu harus segera menikah deh?"
"Kenapa?"
"Kamu kayaknya sudah tidak bisa hidup sendiri," katanya.
"Hemm..."
Aku kecanduan dengan sepasang mata itu bukan lantaran aku tidak bisa hidup sendirian. Menikmati kopi sendirian, merokok sendirian, mendengarkan lagu-lagu sendirian atau bahkan tidur sendirian. Ini semata-mata bukan soal kecamuk ranjang, berkucindan, berdialog dengan bahasa-bahasa yang aneh, menirukan karakter-karakter tokoh terkenal, dan bercinta. Semata kugandrungi sepasang mata itu lantaran aku seolah menemukan sesuatu yang pernah terenggut oleh waktu. Sepasang mata yang saat kutatap, begitu hangat. Rasa rindu masa kanak-kanak nan menentramkan kembali kurasai. 

Hai sepasang mata, apa kabarmu?


0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © 2010 imajinasi, All rights reserved
Design by DZignine. Powered by Blogger